Vivid di Drama Tari Ratu SHiMA
5:28 AM
Motivator Pemuda, Dr.
Vivid F. Argarini tampil dalam Drama Tari Jawa Kontemporer Ratu SHiMA, Sabtu
dan Minggu (30/9-1/10/2017) di Gedung Kesenian Jakarta. Sepenggal kisah
pemimpin perempuan dituangkan dalam pertunjukan tari dan drama menawan.
Catatan sejarah
dieksplorasi mendalam oleh Chiva Production yang dimotori Putut Budi Santosa. Drama
diawali dengan dialog dua sosok ratu tentang kebimbangan menegakkan keadilan.
Tiap ucapan diiringi gerak tari nan apik. Vivid -yang pada 1995 menari di acara
Faces of Indonesia di Boston, Amerika Serikat- memerankan Ratu SHiMA.
Foto : Kuswondo @wongwondo |
“Tetaplah kuat menjadi pemimpin dan Ibu bagi rakyatmu. Tidaklah mudah
menjadi pemimpin, tetapi kau harus memenuhi semua kewajibanmu,” ucap Vivid
sebagai SHiMA di awal cerita, yang seakan berdialog dengan dirinya sendiri. Penonton
lalu seakan dibawa memasuki Kerajaan Kalingga yang agung, dengan munculnya
parade penampil dari arah penonton, membawa tombak, bejana dan perlengkapan
upacara lainnya, berjalan satu baris melintasi panggung.
Cerita Ratu SHiMA ditemukan
dalam berita Cina, dengan nama Ratu Hsi-mo dan Kerajaan Ho-Ling. Hal ini
dijelaskan arkeolog, Prof. Edi Sedyawati dalam catatan pengantar pertunjukan.
Lokasi Kalingga diperkirakan di Jawa Tengah dan penobatan ratu terjadi pada 674
Masehi.
Dalam drama dikisahkan rakyat Kalingga sangat patuh pada SHiMA yang dikenal tegas. Mereka berkumpul di alun-alun meresapi delapan perintah ratu, antara lain bekerja keras mensejahterakan keluarga, berbakti kepada ibu dan bapak, ingatlah pada leluhur, dan sebagainya.
Sajian tarian diselingi dialog
kocak keseharian pasangan suami istri rakyat Kalingga. Mereka membicarakan
perintah-perintah ratu, menyinggung pejabat korup, sampai harapan istri agar
suaminya bekerja keras agar dapat segera memiliki rumah. "DP 0 persen
Oktober nanti!" ujar sang suami disambut gelak tawa penonton.
Foto : Kuswondo |
Mengacu pada literatur
yang sangat terbatas, diyakini pemerintahan SHiMA sangat keras. Rakyat dididik
jujur sampai tak ada yang berani mengusik barang yang bukan miliknya. Hingga
suatu hari, putranya sendiri tak sengaja menyentuh harta orang yang jatuh di
jalan. Dalam drama tari ditampilkan, meski diawali bimbang, ratu memerintahkan
jari-jari kaki Paduka Pangeran dipotong. Hukuman diterapkan, tanpa kecuali.
“Aku bersamamu anakku... Kuasaku tidaklah abadi. Tetapi Atmaku berada di
antara kalian... Di antara gelap dan terang, berjalanlah menuju cahaya. Walau
harus melalui perih... Di mana Kejayaan dan Kemuliaan menunggu...,” pesan
SHiMA diucapkan oleh Vivid, menutup drama.
Pertunjukan ini merupakan
sekuel kedua dari Trilogi SHiMA Kalingga, yang digagas sutradara, penulis dan
koreografer, Putut Budi Santosa. Pada 2014 telah digelar yang pertama, bertajuk
"SHiMA, Kembalinya Sang Legenda" menuturkan kisah SHiMA sejak kecil
hingga dinobatkan menjadi ratu.
Vivid yang merupakan putri mendiang S. Kardjono, maestro tari Jawa Klasik Gaya Yogyakarta, menuturkan, "Bagi saya dari sisi pendidik, juga pemerhati remaja, kegiatan ini merupakan kesempatan berharga dapat terlibat karena begitu banyak pelajaran yang didapat, seperti: menghargai sejarah, menghargai nilai tinggi yang terkandung di dalamnya, juga menjadi bekal dalam memberikan pesan ke generasi muda Indonesia, bahwa kekayaan leluhur kita ini amat sangat kaya dan bernilai tinggi," tutur Vivid. Dua penari pemeran Ratu SHiMA adalah Inul Angela Retno Noorastuti dan Lulu Indroworo S.
Putut memilih mengangkat
kisah ini setelah mempelajari beberapa pemimpin perempuan lain, dari
kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia. “Cerita ini relevan dengan situasi
sekarang. Kita ingin kenalkan, dulu ada lho di bumi Indonesia ini pemimpin
perempuan yang bijak sampai menghukum anaknya sendiri," tutur Putut saat konferensi media, sepekan sebelum pertunjukan. Dalam catatan pengantar Putut menulis, mendedikasikan karya ini antara lain kepada S. Kardjono yang merupakan gurunya.
Drama digarap seksama tak
hanya dari tari dan musiknya, namun juga kostum dan perhiasan. Penata busana Lucky Wijayanti menghadirkan
kain batik motif bunga lotus dan hiasan gapura candi. Ia secara khusus
mengamati relief dinding candi untuk mencari inspirasi seperti apa kostum
Kalingga masa itu. Ada proses seni rupa sebelum kemudian diterapkan ke kain,
dengan cap yang terbuat dari akrilik dan kayu oleh perajin Pekalongan dan
Yogyakarta.
Vivid bersama ayah ibunya, Harun Musawa dan Nuniek Harun Musawa |
Perhiasan digarap
Manjusha Nusantara yang dikenal menggeluti pembuatan replika perhiasan
tradisional Indonesia. Musik oleh Joko Porong dan Komunitas Ndoroyogo dengan
menginterpretasikan gagasan tari Kalingga yakni norma-norma kebaikan dari
kekuasaan seorang pemimpin. "Komposisi musik baru dengan berpijak pada
bentuk-bentuk (ritme dan struktural) dan sistem pelarasan (laras Slendro dan
laras Pelog) dalam genre musik Jawa Tengah," jelas Joko dalam catatan
pengantar. Drama ini juga dibuka dengan Tari Srimpi Pandelori dan Klana Raja.
Pertunjukan ini bekerja
sama dengan Cemara 6 Galeri, dan sekaligus sebagai malam amal dengan dukungan
Lions Club Jakarta Monas Kalingga. Sebagian hasil penjualan tiket didonasikan
untuk kegiatan sosial yang diselenggarakan organisasi tersebut.
0 comments