Para fasilitator dari Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Barat, Sulawesi Utara dan Barat, Maluku, hingga Gorontalo dikumpulkan di Kota Kupang dan asyik berlatih public speaking. Mereka semangat menguasai skill ini untuk sosialisasi tentang kondisi gagal tumbuh pada balita, demi kehidupan keluarga yang lebih baik.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyelenggarakan "Pelatihan Calon Pelatih Pendidikan Keluarga, Untuk Intervensi Prevalensi Penurunan Stunting", Minggu-Kamis (22-26/4/2018) di Hotel On The Rock, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Motivator Pemuda Dr. Vivid Fitri Argarini menjadi trainer untuk sesi public speaking yang diselenggarakan Selasa (24/4/2018).
Lebih dari 50 peserta ini dilatih menjadi fasilitator yang akan bertugas mendampingi sosialisasi 1.000 hari pertama kehidupan, untuk menurunkan angka stunting di wilayah mereka. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis, sehingga anak menjadi terlalu pendek (kerdil) untuk usianya.
Peserta yang didominasi perempuan ini datang dari 14 kabupaten di enam provinsi. Untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur, ada dari Kabupaten Manggarai, Sumba Barat, Sumba Timur, Sumba Barat Daya, Timor Tengah Utara, dan Timor Tengah Selatan. Dari Provinsi Nusa Tenggara Barat, ada dari Lombok Timur dan Lombok Tengah.
Kemudian ada dari Kabupaten Gorontalo dan Boalemo, Provinsi Gorontalo. Dari Provinsi Sulaweri Barat yaitu Kabupaten Majene dan Mamuju. Juga dari Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Serta Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.
Mereka berasal dari dinas pendidikan, PKK, serta HIMPAUDI/IGTK wilayah masing-masing. Ada yang berprofesi sebagai kepala sekolah, bidan, dan lainnya. Nantinya mereka diharapkan mampu mengadakan sosialisasi, termasuk menyelenggarakan kelas orang tua di satuan PAUD di daerah mereka.
Dr. Vivid memulai kelasnya dengan mengajak peserta mengenali diri. Sebelum kita dapat berkomunikasi dengan orang banyak, lakukan komunikasi intra personal untuk tahu apa kelebihan, kekurangan, kesempatan dan ancaman/tantangan dalam diri sendiri.
"Kekurangan dari diri saya antara lain pemalu, sering gugup, dan dari keluarga juga," kata Yuni Wibowo dari Kabupaten Sumba Timur, yang berlatih bicara di depan menceritakan tentang dirinya. Peserta lain juga kemudian seru berbagi bagaimana mengatasi gugup. "Saat pertama naik panggung, saya gugup dan lalu telpon suami minta didoakan," kata Ibu Wati menceritakan pengalamannya public speaking.
Peserta lalu diajak mengenal beberapa tipe public speaking. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain volume, intonasi, pengucapan, cepat lambat bicara serta gerak tubuh. Dr. Vivid menekankan, fasilitator perlu membangun engagement ketika melakukan public speaking agar tidak berjarak dengan audiensnya.
"Perlu kita pelajari bagaimana cara menjembatani agar dapat dekat dan engage dengan audiens. Story telling, seperti yang Bapak Ibu praktikan tadi, dapat menjadi metode yang mudah agar kita bisa nyaman bicara di depan. Agar selanjutnya kita bisa blending dan menyatu dengan peserta kita," tutur Vivid yang merupakan dosen pascasarjana, serta berpengalaman sebagai TV presenter dan radio announcer.
Lebih dari mengenalkan teknik bicara di depan publik, Dr. Vivid memotivasi peserta untuk menjadi fasilitator yang sincere. Sosialisasi dengan mengadakan kelas orang tua nantinya dijalankan tidak sekadar sebagai tugas. Namun dengan niat kuat untuk belajar bersama audiens, dan bertekad mencapai tujuan yaitu keluarga-keluarga yang sehat tanpa stunting.
- 6:24 AM
- 0 Comments